kegiatan dan aktivitas dakwah Islamiyyah tendik di lingkungan DSP

Wudhu adalah salah satu syarat sah sholat yang wajib dilakukan oleh setiap Muslim sebelum melaksanakan ibadah sholat. Wudhu berfungsi untuk menyucikan diri dari hadas kecil agar ibadah yang dilakukan menjadi sah dan diterima oleh Allah SWT.

Mengapa Kita Harus Serius dalam Belajar Wudhu?

1.Wudhu adalah Perintah Allah

Allah subhanahu wata’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan sholat, maka basuhlah muka dan tangan kalian sampai dengan siku, dan usaplah kepala dan basuhlah kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki…..” (QS. al- Maidah: 6)

2.Menjadi Kunci Sahnya Sholat

Jika wudhu kita tidak benar, maka sholat yang kita lakukan bisa menjadi tidak sah. Oleh karena itu, penting untuk mempelajari dan menerapkan tata cara wudhu yang sesuai dengan syariat Islam.

Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda,

لاَ تُقْبَلُ صَلاَةُ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتىَّ يَتَوَضَّأَ

“Tidak diterima sholat salah seorang di antara kalian apabila berhadats, sehingga ia berwudhu.”

Berkaitan dengan hadit di atas, Imam Nawawi asy-Syafi’i rohimahulloh berkata:

مَعْنَاهُ حَتَّى يَتَطَهَّر بِمَاءٍ أَوْ تُرَاب، وَإِنَّمَا اِقْتَصَرَ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْوُضُوء لِكَوْنِهِ الْأَصْل وَالْغَالِب وَاَللَّه أَعْلَم

Maksud kata “Yatawadhdho’” adalah sehingga ia bersuci dengan air atau debu. Disebutkan kata wudhu dalam hadis ini secara khusus sebagai cara bersuci, adalah disebabkan wudhu itu hukum asalnya bersuci dan yang paling sering digunakan.

3.Menghapus Dosa-dosa Kecil
Rasulullah ﷺ bersabda:


مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِهِ

“Barangsiapa yang berwudhu lalu membaguskan wudhunya, niscaya kesalahan-kesalahannya keluar dari badannya hingga keluar dari bawah kuku-kukunya.” (HR. Muslim)

Dengan memahami pentingnya wudhu, mari kita pelajari bersama tata cara dan aturan-aturan yang harus diperhatikan agar wudhu kita sempurna dan ibadah kita diterima oleh Allah SWT.

  • Syarat-syarat sahnya wudhu
  1. Beragaman Islam
  2. Tamyis yaitu bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk
  3. Suci dari hadast besar(Haid, nifas, Junub, ataupun keluar mani bagi laki-laki)
  4. Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke anggota wudhu
  5. Tidak ada sesuatau yang membuat berubahnya air (seperti tinta, sabun, kopi dan lainya)
  6. Air yang digunakan suci dan mensucikan
  7. Mengerti akan kefardhuan wudhu
  8. Tidak menyakini fardhunya wudhu adalah sunat
  9. Sudah masuk waktu sholat(tetapi wudhu bisa dikerjakan tidaak harus Ketika mau sholat, tetepi dapat dilakukan setiap saat, seperti orang yang menjaga wudhunya)
  10. Tertib atau terus menerus, melakukan wudhunya tidak diselingi dengan perbuatan lainya
  • Fardhu Wudhu
  1. Niat: Niat adalah perbuatan yang pertama yang dilakukan ketika kita membasuh muka(wajah).

Niat wudhu adalah: نويت الوضوء لرفع الحدث الأصغر فرضا للو تعالي

Artinya: Saya niat wudhu untuk menghilangkan hadats kecil karena Allah Ta’ala.

2. Membasuh wajah. Adapun yang dimaksud wajah adalah sejak dari batas tumbuhnya rambut diatas dahi terus kebawah sampai centil ke dua telinga kanan dan kiri dan dagu bagian bawah

3. Membasuh kedua tangan sampai kedua siku

4. Menyapu/membasahi Sebagian kepala

5. Membasuh kedua kaki sampai telapak kaki

6. Tertib, Artinya mendahulukan perbuatan rukun yang memang harus didahulukan dan mengkemudiankan yang semestinya di kemudiankan sesuai ketentuan yang telah ditentukan.

  • Sunat-sunat wudhu

Diantara perbuatan sunat dalam berwudhu yaitu:

  1. Mengawali wudhu dengan membaca Bismillah
  2. Bersiwak atau bersugi sebelum wudhu
  3. Berkumur-kumur dengan air
  4. Membasuh/membersihkan telapak tangan 
  5. Beristinsyaq/menghisap air melalui hidung
  6. Mengulangi masing-masing basuhan anggota wudhu 3 kali
  7. Mengusap sebagian/atau seluruh kepala dan membasuh kedua telinga baik dalam maupun luar
  8. Mengusap jenggot bila ada
  9. Mendahulukan anggota kanan dari yang kiri
  10. Melebihi batas basuhan wudhu yang telah difardhukan
  • Perkara yang membatalkan wudhu

Adapun perkara yang membatalkan wudhu adalah:

  1. Keluarnya sesuatu dari dubur maupun qubul
  2. Sentuhan kulit antara kedua orang yang sudah baligh dan berlainan jenis, serta keduanya bukan muhrim (boleh nikah)
  3. Hilang akal
  4. Tidur/tertidur, kecuali dengan duduk yang tidak bergeser dari tempat duduknya.
  5. Menyentuh qubul atau dubur anak adam (manusia) dengan bagian dalam telapak tangan atau jari-jari tanpa tabir.
  • Perkara yang dimakruhkan wudhu
  1. Israf(berlebihan) menggunakan air
  2. Melebihi tiga kali basuhan
  3. Mengeringkan air wudhu dengan handuk atau lainnya
  4. Bercakap-cakap atau berbicara selain kalimat-kalimat dzikir kepada Allah SWT
  5. Meninggalkan sunat-sunatnya wudhu
  6. Meminta kepada orang lain untuk membasuhkan anggota wudhu
  • Larangan atau perbuatan haram yang berhadast kecil

Bagi orang yang tidak punya wudhu dinamakan orang yang berhadast kecil. Dan bagi orang yang berhadast kecil dilarang atau diharamkan melakukan:

  1. Mengerjakan sholat
  2. Mengerjakan Thawaf
  3. Menyentuh atau membawa Al Qur’an

Dengan memahami pentingnya wudhu, mari kita pelajari bersama tata cara dan aturan-aturan yang harus diperhatikan agar wudhu kita sempurna dan ibadah kita diterima oleh Allah SWT.

Disarikan dari berbagai sumber/rujukan

  1. Tuntunan Sholat wajib dan sunat ala ASWAJA Terbitan PT. Pustaka Baru 2016. Drs. H. Mukhamad Maskub, M.Pd.I
  2. Kitab Fathul Qorib karya Qadhi Abu Syujak Ahmad bin Al-Husain bin Ahmad Al-Asfahani. Terbitan Lirboyo press

-Eko DSP-

 

Berbakti kepada orang tua atau birrul walidain merupakan nilai moral yang sangat dijunjung tinggi di berbagai budaya dan agama di dunia, termasuk dalam masyarakat Indonesia. Dalam budaya Timur, bakti kepada orang tua bukan sekadar kewajiban sosial, tetapi juga kewajiban spiritual yang melekat dalam nilai-nilai agama dan adat istiadat.

Dalam ajaran Islam, birrul walidain memiliki posisi yang sangat tinggi. Allah SWT dalam Al-Qur’an menekankan pentingnya menghormati dan berbuat baik kepada orang tua, bahkan menyamakannya dengan kewajiban untuk menyembah-Nya. Berbakti kepada orang tua bukan hanya dilakukan dengan memenuhi kebutuhan fisik mereka, tetapi juga dengan memberikan perhatian, penghormatan, dan kasih sayang. Rasulullah SAW bahkan menekankan bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu, yang mengisyaratkan betapa tingginya kedudukan orang tua dalam Islam.

Tidak hanya dalam Islam, budaya Indonesia pada umumnya juga mengajarkan bahwa berbakti kepada orang tua adalah cara untuk mencapai kebahagiaan dan keberkahan hidup. Adat istiadat di berbagai daerah sering menekankan bahwa restu orang tua menjadi jalan untuk mencapai keberhasilan dalam kehidupan. Dalam konteks ini, bakti kepada orang tua dianggap sebagai sarana untuk mencapai kehidupan yang berkah dan damai.

 

Makna Bakti kepada Orang Tua

Bakti kepada orang tua, atau sering disebut “berbakti kepada ibu dan bapak,” adalah bentuk penghargaan, rasa hormat, dan kasih sayang yang diwujudkan oleh anak-anak kepada kedua orang tuanya. Orang tua adalah sosok yang paling berjasa dalam kehidupan anak. Mereka tidak hanya melahirkan, membesarkan, dan mendidik, tetapi juga memberikan kasih sayang tanpa syarat. Hal ini juga ada dalam al qur’an yaitu dalam surat An Nisa : 36  

 وَٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًٔا ۖ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا وَبِذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْجَارِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْجَارِ ٱلْجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلْجَنۢبِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”

Dalam Islam, bakti kepada orang tua disebut sebagai birrul walidain, yang merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah SWT. Dalam Al-Quran, Allah SWT memerintahkan untuk berbakti kepada orang tua setelah perintah untuk beribadah kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam surah Al-Isra’ ayat 23:

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ ٱلْكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.”

Hal ini menunjukkan betapa pentingnya bakti kepada orang tua dalam kehidupan manusia. Banyak hal bisa dilakukan oleh seorang anak sebagai perwujudan bakti kepada orang tua, diantaranya::

  1. Menghormati dan Menjaga Perasaan Orang tua
    Sikap hormat dan menjaga perasaan orang tua adalah salah satu bentuk bakti yang paling sederhana namun bermakna. Ini bisa dilakukan dengan berbicara kepada mereka dengan lembut, mendengarkan nasihat mereka, dan tidak membantah perkataan mereka dengan nada yang kasar.
  2. Mendoakan Kebaikan untuk Orang Tua
    Salah satu bentuk bakti yang sering dilupakan adalah mendoakan kebaikan bagi kedua orang tua, terutama setelah mereka tiada. Doa anak yang saleh dianggap sebagai amalan yang akan terus mengalirkan pahala bagi orang tua meskipun mereka sudah meninggal.
  3. Merawat dan Memenuhi Kebutuhan Mereka
    Seiring bertambahnya usia, orang tua mungkin memerlukan perhatian dan perawatan lebih. Merawat mereka ketika sakit, memenuhi kebutuhan finansial, serta memastikan mereka hidup dengan nyaman adalah bagian dari bakti yang sangat dihargai.
  4. Memohon Restu dan Menghargai Keputusan Mereka
    Meminta restu orang tua sebelum mengambil keputusan besar dalam hidup, seperti menikah atau memilih karier, merupakan bentuk penghargaan atas peran mereka dalam kehidupan kita. Dengan memohon restu, kita menunjukkan rasa hormat kepada orang tua dan menghargai nasihat serta pengalaman hidup mereka.
  5. Mengunjungi dan Meluangkan Waktu untuk Mereka
    Di tengah kesibukan, anak sering kali lupa meluangkan waktu untuk mengunjungi orang tua. Menghabiskan waktu bersama mereka, terutama ketika mereka sudah lanjut usia, adalah bentuk kasih sayang dan perhatian yang sangat berarti bagi mereka.

Manfaat Berbakti kepada Orang Tua

Bakti kepada orang tua, atau birrul walidain, memiliki dampak yang luas, tidak hanya bagi orang tua yang merasakan manfaatnya, tetapi juga bagi anak yang melakukannya. Dalam Islam, berbakti kepada orang tua adalah kunci untuk memperoleh berbagai kebaikan dalam hidup, seperti berkah yang melimpah, rezeki yang lancar, dan umur yang panjang. Kebaikan ini muncul karena keberkahan dari doa dan ridha orang tua yang selalu mengiringi langkah hidup anak.

Di samping berkah materi dan kesehatan, berbakti kepada orang tua juga memperkuat hubungan keluarga. Ketika hubungan dengan orang tua harmonis, suasana dalam keluarga pun menjadi lebih tenang dan damai. Ketenangan batin ini penting untuk menciptakan suasana positif yang mendukung perkembangan kepribadian seorang anak.

Berbakti kepada orang tua juga mengajarkan nilai-nilai luhur, seperti sikap rendah hati dan empati. Seorang anak yang terbiasa berbakti akan lebih mudah memahami perasaan orang lain dan cenderung bersikap penuh kasih sayang. Hal ini menjadikan mereka lebih bertanggung jawab dalam kehidupan sosial dan lebih peka terhadap kebutuhan orang lain. Pribadi yang penuh tanggung jawab dan kasih sayang merupakan ciri-ciri individu yang matang dan beretika, sehingga dapat diterima dengan baik dalam lingkungan masyarakat.

Dengan kata lain, birrul walidain tidak hanya menjadi amal yang membawa kebaikan di dunia, tetapi juga menjadi bekal kebaikan di akhirat. Sebagaimana janji Allah SWT, ridha-Nya tergantung pada ridha orang tua, dan amal kebaikan kepada mereka dapat menghapuskan dosa-dosa serta mengangkat derajat seorang anak di sisi-Nya.

Penutup

Bakti kepada orang tua adalah salah satu amal yang memiliki nilai besar dalam kehidupan. Menghargai, merawat, dan mendoakan mereka bukan hanya tugas seorang anak, tetapi juga kewajiban moral yang akan kembali sebagai kebaikan bagi diri kita sendiri. Sebagai anak, sudah sepantasnya kita menunjukkan bakti kepada mereka sepanjang hidup, sebagai tanda rasa terima kasih atas semua pengorbanan dan kasih sayang yang telah mereka berikan.

-Eko Nur Cahyo DSP-

Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak hanya dituntut untuk bekerja dengan baik secara teknis dan profesional, tetapi juga dituntut untuk menjaga hubungan yang harmonis dengan sesama rekan kerja. Hal ini merupakan bagian dari etika Islami yang harus senantiasa kita jaga dan amalkan.

Tempat kerja bukan hanya ladang mencari nafkah, tetapi juga merupakan arena untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam. Salah satunya adalah dengan menjaga silaturahmi dan mempererat ukhuwah di antara sesama pegawai. Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Barang siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dengan menjaga hubungan yang baik, kita menciptakan suasana kerja yang kondusif, produktif, dan penuh keberkahan. Tidak ada tempat untuk iri, dengki, atau perselisihan yang bisa memecah belah ukhuwah.

Lebih dari itu, menjalin silaturahmi juga menjadi amalan yang bernilai pahala dan mendatangkan rida Allah SWT. Kita tidak pernah tahu, bisa jadi rezeki kita diluaskan atau urusan kita dimudahkan karena sikap kita yang senantiasa menjaga hubungan baik dengan sesama.

Mari kita jaga hati dan sikap dalam bekerja. Kita tidak hanya membangun tim yang solid, tetapi juga menciptakan lingkungan kerja yang diridhai Allah dan bermanfaat untuk dunia serta akhirat kita.

Menjaga hubungan baik dengan sesama, termasuk rekan kerja, akan mendatangkan kebaikan dalam hidup kita. Silaturahmi bukan hanya tentang kunjungan fisik, tetapi juga menjaga komunikasi yang baik, saling mendukung, dan tidak saling merugikan.

Sebagai pegawai, kita sering berinteraksi dengan orang lain, baik itu atasan, bawahan, atau rekan kerja. Menjaga hubungan baik ini sangat penting, karena lingkungan kerja yang harmonis akan membawa banyak manfaat, seperti:

  1. Meningkatkan Produktivitas
    Lingkungan kerja yang penuh dengan silaturahmi akan membuat setiap orang merasa nyaman dan saling mendukung. Hal ini akan meningkatkan semangat bekerja dan produktivitas tim secara keseluruhan.
  2. Menghindari Konflik
    Dalam dunia kerja, konflik seringkali tidak bisa dihindari. Namun, dengan menjaga silaturahmi, kita bisa meminimalisir konflik tersebut. Islam mengajarkan untuk senantiasa memaafkan dan mencari solusi terbaik dalam setiap perbedaan pendapat.
  3. Mendapatkan Keberkahan
    Allah akan memberikan keberkahan kepada orang yang menjaga hubungan baik dengan sesama. Rezeki yang datang bukan hanya dalam bentuk materi, tetapi juga dalam bentuk ketenangan hati, kesehatan, dan kebahagiaan.

Cara Menjaga Silaturahmi Antar Pegawai

  1. Saling Menghargai dan Menghormati
    Jangan pernah meremehkan pekerjaan orang lain. Setiap orang memiliki peran penting dalam sebuah organisasi. Hargailah setiap usaha yang mereka lakukan.
  2. Berbicara dengan Baik
    Ucapan adalah cerminan hati. Jaga selalu lisan kita dari ucapan yang dapat menyakiti hati orang lain. Rasulullah Sholallahu Alaihi Wasalam bersabda:

Sangat benar apa yang disabdakan Baginda Rasulullah saw:  

  (مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ 

Maknanya: Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam, (Muttafaqun ‘alaih)

  1. Saling Membantu dalam Kebaikan
    Dalam bekerja, seringkali kita dihadapkan pada situasi di mana rekan kita membutuhkan bantuan. Jangan ragu untuk membantu, karena dengan membantu orang lain, Allah akan mempermudah urusan kita.
  2. Bersikap jujur dan adil
    Jujur dalam pekerjaan dan adil dalam memperlakukan sesama akan membuat hubungan antar pegawai menjadi lebih baik dan terbuka.

Marilah kita selalu menjaga silaturahmi di lingkungan kerja kita. Dengan menjalin hubungan yang baik, kita tidak hanya akan mendapatkan kebaikan di dunia, tetapi juga di akhirat. Semoga Allah senantiasa melapangkan rezeki kita, memudahkan urusan kita, dan memberkahi setiap langkah kita. Aamiin.

-Agus Santoso DSP-

 

Surah At-Thariq adalah surah ke-86 dalam Al-Qur’an dan termasuk dalam golongan surah Makkiyyah, yang berarti diturunkan di Mekah sebelum hijrah. Surah ini terdiri dari 17 ayat dan memiliki makna mendalam tentang kekuasaan Allah dan penciptaan manusia.
Kata At-Thariq berarti “yang datang pada malam hari”. Dalam ayat pertama, Allah bersumpah dengan “langit dan At-Thariq”, yang dijelaskan sebagai bintang yang bersinar terang di malam hari.

Surah ini diturunkan ketika seorang tokoh Quraisy bernama Abu Al-Asyad mengejek Nabi Muhammad ﷺ. Ia mendengar bahwa jumlah malaikat penjaga neraka ada 19, lalu ia dengan sombong berkata bahwa dirinya mampu menghadapi 10 malaikat, sementara sisanya bisa dikalahkan oleh kaum Quraisy. Untuk membantah kesombongan dan ejekan tersebut, Allah menurunkan Surah At-Thariq sebagai peringatan tentang hari kiamat dan kebesaran-Nya.

 

At-Thariq

Makkiyah · 17

وَالسَّمَاۤءِ وَالطَّارِقِۙ ۝١

Demi langit dan yang datang pada malam hari.

وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا الطَّارِقُۙ ۝٢

Tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu?

النَّجْمُ الثَّاقِبُۙ ۝٣ 

(Itulah) bintang yang bersinar tajam.

اِنْ كُلُّ نَفْسٍ لَّمَّا عَلَيْهَا حَافِظٌۗ ۝٤

Setiap orang pasti ada penjaganya.

فَلْيَنْظُرِ الْاِنْسَانُ مِمَّ خُلِقَ ۝٥

Hendaklah manusia memperhatikan dari apa dia diciptakan.

خُلِقَ مِنْ مَّاۤءٍ دَافِقٍۙ ۝٦ 

Dia diciptakan dari air (mani) yang memancar,

يَّخْرُجُ مِنْۢ بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَاۤىِٕبِۗ ۝٧ 

yang keluar dari antara tulang sulbi (punggung) dan tulang dada.

 اِنَّهٗ عَلٰى رَجْعِهٖ لَقَادِرٌۗ ۝٨

 Sesungguhnya Dia (Allah) benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup setelah mati)

يَوْمَ تُبْلَى السَّرَاۤىِٕرُۙ ۝٩ 

pada hari ditampakkan segala rahasia.

فَمَا لَهٗ مِنْ قُوَّةٍ وَّلَا نَاصِرٍۗ ۝١٠ 

Maka, baginya (manusia) tidak ada lagi kekuatan dan tidak (pula) ada penolong.

وَالسَّمَاۤءِ ذَاتِ الرَّجْعِۙ ۝١١ 

Demi langit yang mengandung hujan

وَالْاَرْضِ ذَاتِ الصَّدْعِۙ ۝١٢ 

dan bumi yang memiliki rekahan (tempat tumbuhnya pepohonan),

اِنَّهٗ لَقَوْلٌ فَصْلٌۙ ۝١٣ 

sesungguhnya (Al-Qur’an) itu benar-benar firman pemisah (antara yang hak dan yang batil)

وَّمَا هُوَ بِالْهَزْلِۗ ۝١٤

Ia (Al-Qur’an) sama sekali bukan perkataan senda gurau.

اِنَّهُمْ يَكِيْدُوْنَ كَيْدًاۙ ۝١٥

 Sesungguhnya mereka (orang kafir) melakukan tipu daya.

وَّاَكِيْدُ كَيْدًاۖ ۝١٦

 Aku pun membalasnya dengan tipu daya.

فَمَهِّلِ الْكٰفِرِيْنَ اَمْهِلْهُمْ رُوَيْدًاࣖ ۝١٧

Maka, tangguhkanlah orang-orang kafir itu. Biarkanlah mereka sejenak (bersenang-senang).

 

Surah at-Thariq mengajakan kita tentang kekuasaan Allah dan keajaiban ciptaan-Nya. Isi kandunganya adalah sebagai berikut:

 

A. Bintang di langit malam

Surah at-Thariq di mulai dengan sumpah Allah demi langit dan “ at-Thariq “ yang merujuk pada bintang yang bersinar di malam hari. Bintang ini di sebut ‘ at-Thariq” karena cahaya nya yang menembus kegelapan malam, seolah mengetuk-etuk langit. Ini menunjukkan keajaiban dan kebesaran ciptaan Allah Swt. Yang bisa kita saksikan setiap malam.

B. Keajaiban Penciptaan Manusia

Ayat-ayat berikutnya mengajak kita merenungi proses penciptaan manusia. Allah mengingatkan bahwa manusia di ciptakan dari setets air yang kemudian berkembanga menjadi mahluk yang sempurna. Ini memgajakan kita untuk selalu bersyukur dan mengakui kekuasaan Allah yang mamapu menciptakan manusia dari sesuatu yang sangat sederhana.

C. Hari Pembalasan

Surah ini juga mengingatkan kita tentang hari kiamat, hari dimana semua rahasia akan terbongkar. Pada hari itu, tidak ada yang bisa menyembunyikan perbuatanya dari Allah. Setiap orang akan mendapatkan balasan yang setimpal dengan apa yang mereka lakukan di dunia. Ini mengajakan kita untuk selalu berbuat baik dan menjahui pebuatan yang buruk.

D. Allah Sebagai Pelindung

Di akhir surah, Allah menegaskan bahwa Dia adalah pelindung dan penolong yang sejati bagi orang-orang yang beriman. Allah menciptakan segala sesuatu dengan tujuan dan hikmah yang tergandung di dalamnya. Surah ini mengajakan kita untuk selalu bergantung dan berlindung kepada Allah dalam setiap keadaan, serta yakin bahwa Dia selalu mengetahui dan mengawasi kita.

-Sunartin DSP-

Kita menyadari bahwa Allah SWT Maha Besar, sementara kita hanyalah makhluk yang kecil dan lemah. Kita adalah hamba yang hina, tidak memiliki daya dan kekuatan sedikit pun kecuali karena pertolongan, kebesaran, dan kekuatan dari Allah semata.

Oleh karena itu, marilah kita senantiasa bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya. Baik nikmat yang terlihat, seperti kesehatan, rezeki, dan keluarga, maupun nikmat yang tidak tampak, seperti iman, ketenangan hati, dan lindungan dari keburukan.

Bersyukur bukan hanya dengan lisan, tetapi juga dengan hati dan amal perbuatan. Mengakui bahwa segala yang kita miliki adalah titipan dari Allah, dan menggunakan nikmat itu untuk hal-hal yang diridhai-Nya, adalah bentuk syukur yang hakiki.

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 152:

فَٱذْكُرُونِىٓ أَذْكُرْكُمْ وَٱشْكُرُوا۟ لِى وَلَا تَكْفُرُونِ

“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu. Dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.”

Ayat ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa syukur mendatangkan rahmat, sementara kufur nikmat hanya akan mengundang murka dan kesempitan hidup.

Bersyukur adalah salah satu sikap yang dianjurkan oleh Allah SWT dan dicontohkan oleh para nabi-Nya. Ketika seorang Muslim yang beriman mendapatkan kesenangan, kenikmatan, atau anugerah dari Allah SWT, rasa syukur seharusnya menjadi respons pertama yang muncul dalam hati, diucapkan melalui lisan, dan diwujudkan dalam tindakan.

Dengan bersyukur, seseorang tidak hanya menunjukkan rasa terima kasihnya kepada Sang Pencipta, tetapi juga membuka pintu bagi nikmat yang lebih besar. Allah SWT telah berjanji dalam firman-Nya bahwa barang siapa yang bersyukur, maka Dia akan menambah nikmat tersebut.

Oleh karena itu, bersyukur bukan hanya sebatas ucapan, tetapi harus diiringi dengan kesadaran penuh bahwa setiap nikmat datang dari Allah SWT dan patut dijaga serta dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, sebagaimana difirmankan dalam Al-Qur’an QS. Ibrahim ayat 7:

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ

Artinya: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.

Syukur merupakan amalan hati yang membawa seseorang pada rasa damai, tenteram, dan bahagia. Dengan bersyukur, seseorang tidak hanya merasakan ketenangan batin, tetapi juga membuka pintu kesuksesan di dunia maupun di akhirat. Selain itu, syukur menjadi sebab datangnya pahala dan bertambahnya nikmat dari Allah SWT. Hal ini sesuai dengan janji Allah dalam Al-Qur’an bahwa “Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat kepadamu.”

Dengan menanamkan rasa syukur dalam hati, seseorang akan lebih mampu menghadapi berbagai tantangan hidup dengan lapang dada, penuh keikhlasan, dan optimisme.

Inilah janji Allah SWT, dan ingatlah, Allah tidak akan pernah mengingkari janji-Nya. Sebaliknya, ketika ditimpa kesusahan atau musibah, janganlah kita berputus asa, apalagi sampai berpikir untuk mengakhiri hidup. Sebagai seorang Muslim, kita diajarkan untuk tetap bersyukur dan bersabar dalam menghadapi segala ujian hidup.

Mungkin ada yang bertanya, “Mengapa kita harus bersyukur ketika ditimpa musibah?”

Jangan salah. Di balik setiap kesusahan, cobaan, atau musibah yang menimpa, selalu tersimpan segudang hikmah dan kebaikan. Mungkin kita belum memahaminya sekarang, tetapi yakinlah bahwa tidak ada takdir Allah yang sia-sia.

Musibah bisa menjadi:

  • Pengingat agar kita kembali kepada-Nya,
  • Pelajaran agar kita lebih bijak dalam menjalani hidup,
  • Jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan kesabaran dan tawakal.

Dengan memadukan syukur dan sabar, hati kita akan lebih tenang, ikhlas, dan mampu melihat cahaya hikmah di balik setiap ujian. “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 6)

Maka dari itu, marilah kita jalani setiap fase kehidupan ini—baik suka maupun duka—dengan penuh rasa syukur dan sabar. Karena keduanya adalah kunci ketenangan hati dan jalan menuju ridha Allah SWT.

-Dwi Susilo Nugroho DSP UII

Di era modern seperti sekarang ini, sosial media menjadi salah satu hal yang sangat mudah diakses. Melalui sosial media, kita dapat melihat berbagai informasi dan bahkan kehidupan orang lain. Terkadang, dengan melihat kehidupan orang lain di sosial media, kita merasa seolah-olah hidup mereka lebih indah dan sempurna dibandingkan dengan kehidupan yang kita jalani. Hal ini sering kali membuat kita lupa diri, karena terlalu fokus pada kehidupan orang lain, sementara kita mengabaikan apa yang telah kita miliki.

Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk selalu bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan. Allah mengingatkan kita dalam Al-Qur’an untuk tidak terlalu membandingkan diri kita dengan orang lain, karena setiap orang memiliki perjalanan hidup yang berbeda-beda. Oleh karena itu, marilah kita selalu bersyukur atas segala karunia yang telah diberikan-Nya, serta fokus pada apa yang kita jalani, agar kita dapat menjalani hidup dengan lebih tenang, bahagia, dan penuh rasa syukur.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bersyukur berarti rasa terima kasih kepada Allah, merasa untung, atau perasaan lega dan senang atas apa yang diperoleh. Namun, dalam konteks agama, konsep syukur memiliki makna yang lebih mendalam. Syukur, menurut Ibnul Qayyim, adalah menunjukkan adanya nikmat Allah yang diberikan kepada seseorang. Hal ini bisa dilakukan melalui lisan, yaitu dengan memuji Allah dan mengungkapkan kesadaran bahwa kita telah menerima nikmat-Nya. Lebih dari itu, syukur juga mencakup penerimaan terhadap segala ketetapan Allah, baik itu berupa nikmat maupun musibah.

Dengan demikian, bersyukur bukan hanya dilakukan ketika kita dalam keadaan senang atau memperoleh nikmat, tetapi juga ketika menghadapi ujian atau musibah. Syukur yang sejati adalah ketika kita tetap bersyukur dalam segala keadaan, baik dalam suka maupun duka, karena kita meyakini bahwa setiap ketentuan-Nya adalah yang terbaik untuk kita.

Mengucapkan Alhamdulillah saat menerima kenikmatan dari Allah SWT adalah salah satu bentuk syukur yang mudah kita amalkan. Bersyukur merupakan cara seorang hamba untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada Allah SWT. Sebagai umat Muslim, rasa syukur juga menjadi benteng dari sifat iri, benci, dan tindakan negatif yang seringkali muncul akibat pengaruh media sosial. Dengan bersyukur, kita belajar menerima segala sesuatu sebagai ketetapan dan kehendak Allah SWT. Melatih diri untuk selalu bersyukur tidak hanya mendatangkan ketenangan hati, tetapi juga memperkuat keimanan dan menjaga hubungan yang baik dengan Allah SWT serta sesama manusia.

Memiliki sifat syukur dalam diri akan menumbuhkan karakter positif seperti ikhlas, tawakal, qanaah, dan sabar. Sebaliknya, ketiadaan rasa syukur dapat menumbuhkan sifat negatif yang merugikan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Sifat-sifat negatif tersebut antara lain adalah putus asa, buruk sangka, iri hati, hasad, dan kesombongan. Dengan bersyukur, seseorang akan lebih mudah menerima segala ketetapan Allah SWT dengan hati yang lapang dan penuh keikhlasan. Hal ini sesuai yang dijelasan dalam  Al-Quran surah Surat Ibrahim Ayat 7


وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ

Artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.

Bersyukur atas semua nikmat yang Allah SWT berikan juga dapat meningkatkan keimanan kita kepada Allah SWT karena kita selalu mengingat Allah SWT, seperti yang disampaikan dalam hadits riwayat Thabrani :

(قَا اللهُ تَعَالىَ : يَاابْنَ اَدَمَ, اِنَّكَ مَاذَكَرْتَنِى شَكَرْتَنِى, وَاِذَامَانَسِيْتَنِى كَفَرْتَنِى (رواه الطبرانى عن ابى هريرة

Artinya: “Allah berfirman dalam hadits qudsi-Nya: “wahai anak Adam, bahwa selama engkau mengingat Aku, berarti engkau mensyukuri Aku, dan apabila engkau melupakan Aku, berarti engkau telah mendurhakai Aku!” [H.R Thabrani].

Dari Ayat dan Hadis tersebut kita bisa mengambil hikmah bahwa Allah SWT akan melipatgandakan nikmat-Nya bagi hamba yang senantiasa bersyukur. Dengan bersyukur, kita tidak hanya mendapatkan tambahan nikmat, tetapi juga kebahagiaan yang besar dalam kehidupan sehari-hari.

Rasa syukur dapat meningkatkan kebahagiaan, dan orang yang bahagia akan memberikan dampak positif bagi dirinya sendiri maupun orang di sekitarnya. Oleh karena itu, sebagai seorang Muslim, bersyukur harus dilatih dan dibiasakan.

Cara Membiasakan Diri untuk Bersyukur:

  1. Selalu mengucapkan Alhamdulillah setiap kali merasakan dan menerima rezeki dari Allah SWT.
  2. Memanfaatkan apa yang kita miliki dengan baik sebagai bentuk rasa syukur.
  3. Tidak mudah mengeluh ketika menghadapi kesulitan atau keterbatasan.
  4. Tidak membandingkan diri dengan orang lain dan fokus pada nikmat yang telah diberikan.
  5. Memperbanyak bersedekah kepada mereka yang membutuhkan sebagai wujud syukur atas nikmat yang dimiliki.

Manfaat Bersyukur:

  1. Meningkatkan keimanan kepada Allah SWT.
  2. Hidup menjadi lebih tenang karena hati dipenuhi rasa ikhlas dan penerimaan.
  3. Kesehatan mental lebih terjaga, jauh dari stres dan kecemasan.
  4. Terhindar dari dendam serta perasaan negatif lainnya.
  5. Hidup menjadi lebih berkah dengan nikmat yang terus bertambah.
  6. Pikiran menjadi lebih lega dan hati terasa lebih damai.

Dengan membiasakan diri untuk bersyukur, kita tidak hanya mendapatkan keberkahan hidup, tetapi juga membangun pribadi yang lebih sabar, ikhlas, dan penuh rasa syukur kepada Allah SWT. Aamiin

Dalam ajaran Islam, cinta akhirat dan zuhud (menghindari kecintaan berlebihan pada dunia) adalah konsep spiritual yang memberikan panduan hidup bagi setiap Muslim agar senantiasa fokus pada tujuan kehidupan yang abadi. Dengan mencintai akhirat dan menjalani kehidupan dunia dengan zuhud, seseorang diajak untuk melihat hidup ini bukan sebagai tujuan akhir, tetapi sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan abadi di akhirat.

عن زيد بن ثابت رضي اللَّه عنه قال، قال رسول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ 

مَنْ كانت الدنيا هَمَّهُ فَرَّق الله عليه أمرَهُ وجَعَلَ فَقْرَهُ بين عينيه ولم يَأْتِه من الدنيا إلا ما كُتِبَ له، ومن كانت الآخرةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللهُ له أَمْرَهُ وجَعَلَ غِناه في قَلْبِه وأَتَتْهُ الدنيا وهِيَ راغِمَةٌ

Dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu beliau berkata: Kami mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/ tidak pernah merasa cukup (selalu ada) di hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama) nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan/ selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya, dan (harta benda) duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai dihadapannya). HR Ibnu Majah (no. 4105), Ahmad (5/183), ad-Darimi (no. 229), Ibnu Hibban (no. 680) dan lain-lain dengan sanad yang shahih, dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, al-Bushiri dan syaikh al-Albani.

Pelajaran yang terdapat di dalam hadist :

1️. Hadits yang mulia ini menunjukkan keutamaan cinta kepada akhirat dan zuhud dalam kehidupan dunia, serta celaan dan ancaman besar bagi orang yang terlalu berambisi mengejar harta benda duniawi

2️. Orang yang cinta kepada akhirat akan memperoleh rezki yang telah Allah tetapkan baginya di dunia tanpa bersusah payah, berbeda dengan orang yang terlalu berambisi mengejar dunia, dia akan memperolehnya dengan susah payah lahir dan batin

3️. Salah seorang ulama salaf berkata, “Barangsiapa yang mencintai dunia (secara berlebihan) maka hendaknya dia mempersiapkan dirinya untuk menanggung berbagai macam musibah (penderitaan)“.

4️. Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata, “Orang yang mencintai dunia (secara berlebihan) tidak akan lepas dari tiga (macam penderitaan): Kekalutan (pikiran) yang selalu menyertainya, kepayahan yang tiada henti, dan penyesalan yang tiada berakhir. 

5️. Kekayaan yang hakiki adalah kekayaan dalam hati/jiwa. Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta benda, tetapi kekayaan (yang hakiki) adalah kekayaan (dalam) jiwa“.

6️. Kebahagiaan hidup dan keberuntungan di dunia dan akhirat hanyalah bagi orang yang cinta kepada Allah dan hari akhirat, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh sangat beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rizki yang secukupnya dan Allah menganugrahkan kepadanya sifat qana’ah (merasa cukup dan puas) dengan rezki yang Allah Ta’ala berikan kepadanya”.

7️. Sifat yang mulia ini dimiliki dengan sempurna oleh para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan inilah yang menjadikan mereka lebih utama dan mulia di sisi Allah Ta’ala dibandingkan generasi yang  datang setelah mereka. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kalian lebih banyak berpuasa, (mengerjakan) shalat, dan lebih bersungguh-sungguh (dalam beribadah) dibandingkan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tapi mereka lebih baik (lebih utama di sisi Allah Ta’ala) daripada kalian”. Ada yang bertanya: Kenapa (bisa demikian), wahai Abu Abdirrahman? Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Karena mereka lebih zuhud dalam (kehidupan) dunia dan lebih cinta kepada akhirat

Tema hadits yang berkaitan dengan Al-qur’an :

1️. Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya mencela sikap tamak kepada dunia. Bahkan, Allâh Azza wa Jalla sangat merendahkan kedudukan dunia dalam banyak ayat-ayat al-Qur-an. Allâh Azza wa Jalla berfirman bahwa kehidupan dunia adalah kehidupan yang menipu :

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” [Qs.Ali ‘Imrân/3:185]

2️. Mengingat perumpamaan ini menunjukkan akan lenyapnya dunia dan kehancurannya serta kehabisan usianya sebagai suatu kepastian, dan bahwa negeri akhirat itu ada dan pasti, maka diperingatkanlah untuk berhati-hati dalam menghadapinya, sekaligus mengandung anjuran untuk berbuat kebaikan yang akan membawa pahala kebaikan di negeri akhirat nanti. 

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

 

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentangbanyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allâh serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”[Qs. Al-Hadîd/57:20]

3️. Dunia kita gunakan sebagai sarana untuk menggapai kebahagiaan akhirat..

Dikatakan oleh Qurthubi dalam Al Jaami’ li Ahkamil Qur’an (7: 199), “Hendaklah seseorang menggunakan nikmat dunia yang Allah berikan untuk menggapai kehidupan akhirat yaitu surga. Karena seorang mukmin hendaklah memanfaatkan dunianya untuk hal yang bermanfaat bagi akhiratnya. Jadi ia bukan mencari dunia dalam rangka sombong dan angkuh.”

Janganlah engkau tinggalkan nasibmu di dunia yaitu hendaklah di dunia ini engkau beramal untuk akhiratmu.” Sangat jelas apa yang dimaksudkan oleh Jalaluddin As Suyuthi dan Jalaluddin Al Mahalli bahwa yang dimaksud ayat di atas bukan berarti kita harus menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat.

َابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُ

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi”(QS. Al Qashshash: 77).

12 Rabiul Awal Tahun Gajah bertepatan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, yaitu pada hari Senin, 20 April 571 Masehi. Tahun Gajah adalah tahun ketika pasukan bergajah yang dipimpin oleh Abrahah bin Shabah, Gubernur Jenderal Najasyi Habasyah di Yaman, menyerang. Namun, Allah SWT menghancurkan pasukan tersebut sebagai bentuk penghormatan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW, sejak dalam kandungan beliau sudah ditinggalkan ayahnya, belum genap usia enam tahun sudah ditinggalkan ibunya.

Rasulullah Muhammad SAW merupakan nabi terakhir dan penutup dari seluruh nabi serta rasul yang diutus oleh Allah untuk umat manusia. Beliau adalah teladan sempurna dalam segala aspek kehidupan, dan segala perbuatan, ucapan, serta perilakunya mengandung hikmah yang luar biasa. Kepribadian beliau yang mulia tidak hanya menjadi teladan bagi umat Islam, tetapi juga relevan bagi seluruh umat manusia sepanjang zaman. Sebagai uswatun hasanah (contoh yang baik), beliau menunjukkan sikap-sikap mulia yang dapat diterapkan dalam berbagai situasi, seperti dalam hubungan sosial, ekonomi, kepemimpinan, dan juga hubungan pribadi dengan Allah.

Usia 40 tahun, Rasulullah Muhammad SAW diangkat menjadi rasul, dan seperti rasul-rasul lainnya, beliau memiliki sifat-sifat wajib yang pasti dimiliki oleh setiap nabi dan rasul. Sifat-sifat ini merupakan karakteristik yang tak terpisahkan dari diri seorang rasul yang membedakannya dari manusia biasa. Sifat-sifat wajib bagi para rasul adalah:

  1. Siddiq, artinya benar.
  2. Amanah, yang artinya dapat dipercaya.
  3. Tabliq, memiliki makna yakni menyampaikan wahyu.
  4. Fathonah, yang artinya yaitu cerdas, pandai dan bijaksana.

Selain sifat wajib tersebut, Rasulullah Muhammad SAW juga memilikli Akhlaq mulia yang bisa kita jadikan pedoman dan suri tauladan agar kita senantiasa berakhlaq baik sesuai dengan ajaran-Nya. Hal ini didasarkan dalam hadist yang berbunyi: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kesalehan akhlak.” (HR. Bukhari dan Abu Hurairah r.a.).

Dalam kitab Shifat Al-shafwah menjelaskan contoh keteladanan akhlak rasulullah dalam 5 aspek kehidupan. 

  • Pertama Rasul tidak pernah sombong. 
  • Kedua Rasul tidak pernah berlaku kasar, tidak pernah berteriak ataupun melakukan hal hal buruk, beliau adalah orang yang lemah lembut hatinya.
  • Ketiga Rasul mempunyai sifat toleran. 
  • Keempat Rasul mempunyai sifat dermawan. 
  • Dan yang terakhir Rasul mempunyai sifat cinta sesama. 

Kemuliaan akhlak rasul tersebut tergambar melalui kisah ketika beliau berhadapan dengan seorang pengemis buta. Dikisahkan saat nabi Muhammad tengah menyebarkan ajaran agama Islam, terdapat seorang pengemis buta yang selalu menghina dan membenci Rasulullah, bahkan ia tidak segan-segan untuk menghasut orang lain agar membenci rasul. Jika ada seseorang yang mendekatinya, pengemis buta tersebut akan berkata “Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad. Dia itu orang gila, pembohong, tukang sihir. Apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya!”.

Hal itu terus menerus dikatakan oleh si pengemis buta kepada seseorang yang setiap hari memberikannya makanan bahkan menyuapinya. Kemudian pada suatu hari, ia merasa sangat kelaparan karena seseorang yang biasa memberikannya makanan dan mendengar ujaran kebenciannya kepada nabi Muhammad tidak kunjung menemuinya. 

Pada hari berikutnya, ada seseorang yang kembali mendatangi pengemis buta tersebut dan menyuapinya. Namun si pengemis tersebut sadar bahwa orang yang menyuapinya kali ini sangat berbeda dengan seseorang yang sering menyuapinya selama ini. Lalu ia pun berkata “Siapakah kamu? Kamu bukanlah orang yang biasa mendatangiku”. 

Orang itupun menjawab Aku memang bukan orang yang biasa datang kepadamu. Aku adalah salah seorang sahabatnya. Namaku Abu Bakar. Orang mulia yang biasa memberimu makan itu telah meninggal dunia. Dia adalah nabi Muhammad SAW”.

Jawaban tersebut sontak membuat si pengemis buta tersebut kaget dan merasa sangat menyesal telah memperolok nabi Muhammad, seseorang yang jelas-jelas selalu ia caci maki namun tetap memberikannya perhatian selama ini. Kemudian iapun tersadar bahwa Nabi Muhammad SAW adalah sosok yang memiliki akhlak sangat mulia. Beliau adalah pribadi yahg selalu bersabar dan ikhlas dalam menebar kebaikan bagi banyak orang.

Allah SWT telah berfirman dalam Al-Quran surat AZ-Zumar Ayat 10:

قُلۡ يٰعِبَادِ الَّذِيۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوۡا رَبَّكُمۡ​ ؕ لِلَّذِيۡنَ اَحۡسَنُوۡا فِىۡ هٰذِهِ الدُّنۡيَا حَسَنَةٌ ​ ؕ وَاَرۡضُ اللّٰهِ وَاسِعَةٌ ​ ؕ اِنَّمَا يُوَفَّى الصّٰبِرُوۡنَ اَجۡرَهُمۡ بِغَيۡرِ حِسَابٍ‏

Artinya: Katakanlah (Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman! Bertakwalah kepada Tuhanmu.” Bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.

Berdasarkan kisah tersebut, semoga kita senantiasa bisa mencontoh dan mengambil hikmah dari akhlak mulia Rasulallah Muhammad SAW saat menebarkan kebaikan. Meski kadang menerima perlakuan yang zolim, namun kita harus tetap ikhlas dan bersabar dalam menegakan kebaikan tersebut.

Marilah sama-sama berdo’a agar kita bisa meneladani akhlaq Rasulallah Muhammad SAW dan mencintai beliau diatas segalanya. Semoga kita menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain dan termasuk golongan orang yang dirindukan masuk surga bersama Rasulullah Muhammad SAW.

Sumber: “Kumpulan pidato Bahasa Indonesia PORSADIN Tahun 2022”

               “Sirah Nabawiayah Syaikh Shafiyyurrahman AL-Mubarakfuri”

               “Shifat Al-shafwah Ibnu Al-Jauzi, Jamaluddin Abi al-Faraj”


Dalam Islam, terdapat ketentuan yang sangat jelas mengenai makanan dan minuman yang halal (diperbolehkan) dan haram (dilarang), hal ini didasarkan pada ajaran Al-Qur’an, Hadis, serta pendapat para ulama. Salah satu ayat yang menegaskan hal ini terdapat dalam
QS al-Baqarah/2: 168 sebagai berikut:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوۡا مِمَّا فِى الۡاَرۡضِ حَلٰلًا طَيِّبًا  ۖ وَّلَا تَتَّبِعُوۡا خُطُوٰتِ الشَّيۡطٰنِؕ اِنَّهٗ لَـكُمۡ عَدُوٌّ مُّبِيۡنٌ‏ 

“ Wahai manusia Makanlah dari ( makanan ) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi mu” ( AL – Baqarah/2: 168)

Ayat ini mengajakan bahwa manusia harus memilih makanan yang halal dan baik, serta menjauhi makanan yang di haramkan. 

Adapun jenis-jenis makanan halal menurut wujudnya adalah sebagai berikut :

1). Makanan yang disebut halal oleh Allah dan Rasul-Nya. Hal ini sesuai dengan hadis berikut ini yang artinya :

“Apa yang dihalalkan oleh Allah dalam Kitab-Nya adalah halal dan apa yang diharamkan Allah di dalam Kitab-Nya adalah haram, dan apa yang didiamkan (tidak diterangkan), maka barang itu termasuk yang dimakan”. (H.R. Ibnu Majah dan Tirmizi)

2). Makanan yang tidak kotor dan tidak menjijikkan. Hal ini sesuai firman Allah dalam Q.S. al-A’rāf/7 ayat 157 :

وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبٰۤىِٕثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ اِصْرَهُمْ وَالْاَغْلٰلَ الَّتِيْ كَانَتْ عَلَيْهِمْۗ 

Artinya : “ …dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka… “ (Q.S. al-A’rāf/7 : 157)

3). Makanan yang tidak mendatangkan mudarat, tidak membahayakan kesehatan tubuh, tidak merusak akal, serta tidak merusak moral dan aqidah. Firman-Nya dalam Q.S. al-Baqārah/2 ayat 168 :

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

Artinya : “Wahai manusia, makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkahlangkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagimu.” (Q.S. al- Baqārah/2 : 168)

 

Makanan Haram

  1. Semua makanan yang langsung dinyatakan haram dalam Q.S. al- Māidah/5 ayat 3, yaitu:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوْذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيْحَةُ وَمَآ اَكَلَ السَّبُعُ اِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْۗ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَاَنْ تَسْتَقْسِمُوْا بِالْاَزْلَامِۗ ذٰلِكُمْ فِسْقٌۗ اَلْيَوْمَ يَىِٕسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ دِيْنِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِۗ اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Artinya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang  (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah) (karena) itu perbuatan fasik…” (Q.S. al-Māidah/5 : 3)

Dalam ayat tersebut, makanan yang dinyatakan haram adalah :

  • bangkai,
  • darah,
  • daging babi,
  • daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah Swt., hewan yang mati karena tercekik, dipukul, terjatuh, ditanduk hewan lain, diterkam binantang buas,
  • hewan yang disembelih untuk berhala.

2. Semua jenis makanan yang mendatangkan mudarat/bahaya terhadap kesehatan badan, jiwa, akal, moral, dan akidah. Perhatikan Q.S. al-A’raf/7 ayat 33:

قُلْ اِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْاِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَاَنْ تُشْرِكُوْا بِاللّٰهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهٖ سُلْطٰنًا وَّاَنْ تَقُوْلُوْا عَلَى اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ

Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Tuhanku hanya mengharamkan segala perbuatan keji yang terlihat dan yang tersembunyi, perbuatan dosa, dan perbuatan zalim tanpa alasan yang benar …” (Q.S. al-A’raf/7 : 33)

3. Semua jenis makanan yang kotor dan menjijikkan (khobāis). Firman Allah dalam Q.S. al-A’raf/7 ayat 157:

وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبٰۤىِٕثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ اِصْرَهُمْ وَالْاَغْلٰلَ الَّتِيْ كَانَتْ عَلَيْهِمْۗ 

Artinya: “… dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka,…” (Q.S. al-A’rāf /7 : 157)

4. Makanan yang didapatkan dengan cara batil. Perhatikan Q.S. an-Nisā’/4 ayat 29 berikut:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا 

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh Allah Maha Penyayang kepadamu” (Q.S. an-Nisā’/4 : 29)

Selain ayat-ayat Al-Qur’an, hadis Nabi Muhammad saw, juga memberikan penjelasan tentang makanan yang halam dan haram. Nabi bersabda ” Makanan yang baik itu adalah yang di bersihkan dan nama Allah di sebutkan ketika menyebelihnya.” (HR.Muslim). Hadis ini menegaskan bahwa pentingnya menyebutkan nama Allah ketika menyembelih hewan untuk di makan agar dagingnya menjadi halal dan dapat di makan oleh umat muslim. 

Dengan mematuhi ketentuan makanan halal dan haram dalam Islam, umat muslim di harapkan dapat menjaga kesehatan fisik dan spiritual. Makanan yang halal tidak hanya memastikan kebersihan dan kebaikan fisik, tetapi juga membersihkan jiwa dari pengaruh buruk. Dalam kehidupan sehari-hari, penting bagi umat muslim untuk selalu memeriksa dan memastikan bahwa makan dan minuman yang di konsumsi sesuai dengan ajaran agama, sehingga mendapatkan berkah dan rahmat dari Allah Swt. Dengan memahami hikmah –hikmah tersebut, kita di ajak untuk menghargai pentingnya mengonsumsi makan dan minuman yang halal, ini bukan hanya sebagai bentuk ibadah, tetapi juga sebagai cara untuk menjaga kesehatan, mendapat berkah, dan mengembangkan karakter yang baik sesuai dengan ajaran Islam. Makan dan minuman yang halal adalah bagian integrasi dari kehidupan seseorang muslim, yang membantu dalam menjalin kehidupan yang bermakna dan diridhoi Allah Swt.

Refrensi: 

https://www.smpn2kandat.sch.id/2023/05/pai-kelas-8-makanan-dan-minuman-yang.html diakses 10 Oktober 2024

Buku Pelajaran Agama Islam kelas 6

 

disusun oleh : Akhirul Kurniawan DSP

Puja dan puji Syukur marilah panjatkan kehadirat Allah tuhan semesta alam yang telah melimpahkan Rahmat taufik serta hidayahnya kepada umat manusia terkhusus bagi umat muslim. Tak lupa sholawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad sholallahu alaihi wasalam beserta shohabat, tabi’in dan semoga kita termasuk di dalamnya amin ya robbal ‘alamin.

Dalam menjalani kehidupan, sadar ataupun tidak sadar kita tidak terlepas dari yang namanya salah dan lupa, untuk itu marilah sama-sama kita selalu memohon ampunan kepada Allah Subhanahu Wata’ala atas dosa yang telah kita perbuat dalam kehidupan sehari-hari dari bangun tidur sampai terlelapnya kita di malam hari agar hati kita menjadi tentram. Allah Swt. berfirman:

ۗالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ ۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُ

Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”[Surah Ar-Ra’d : 28]. 

Ketika hati kita terasa gundah, gelisah dan merasa tidak mendapat kedamaian, salah satu cara agar kita mendapatkan ketenangan, ketentraman dan kedamaian adalah dengan selalu mengingat Allah dan beristighfar. Jikalau belum mendapat kedamaian dan ketentraman dalam hidup tetaplah beristighfar, jangan sampai lelah dan merasa kita tidak diperhatikan  Allah,  justru Allah menyayangi umatnya yang memohon ampunan setiap saat.

Dalam lingkungan kita bekerja terdapat banyak orang dengan sifat dan perilaku yang berbeda-beda, disitulah Allah menguji hambanya. Terdapat banyak bibit-bibit menumbuhkan persoalan yang dapat merusak kedamaian dan ketentraman saat bekerja. Biasanya orang yang merusak kedamaian itu adalah orang yang tidak jujur, seperti sabda Rosulullah Shalallahu Alaihi wassalam 

إِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ⁠

”Kejujuran akan mendatangkan ketenangan. Kedustaan akan mendatangkan kegelisahan.” [HR Tirmidzi no: 2518]. 

Orang yang tidak jujur akan di hantui dengan rasa yang tidak tenang dan akan terus di kejar-kejar oleh dosa, kehidupannya pun akan terus berantakan dan tidak ada keberkahan di dalamnya. Contoh ada orang dengan gaji yang sebetulnya sudah cukup, namun mempunyai gaya hidup mewah dan sifat gengsi yang mengakibatkan ketidakpuasan dan ketidakcukupan, meskipun secara materi sebenarnya sudah cukup. Ketika seseorang terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain dan mengikuti hawa nafsu duniawi, ia cenderung merasa kurang dan tidak pernah puas dengan rezeki yang diberikan oleh Allah,  akibatnya menghalalkan berbagai cara yang tidak diperbolehkan dalam syariat Islam untuk memenuhi nafsu yang hanya sesaat di dunia ini. 

Carilah harta yang benar-benar bisa menolong kita di akhirat, baik itu dalam jumlah yang besar ataupun kecil yang jelas itu bukan hasil dari mendholimi orang lain dan diri sendiri. Keberkahan itu bisa di cari dari manapun asal mau berusaha, berdoa dan bertawakal kepada Allah. 

Marilah senantiasa mengingat Allah dan Rosulnya, karena siapa lagi yang bisa menolong kita kelak di akhirat nanti, sedangkan amal kita belum cukup sebagai  tiket masuk ke surganya Allah yang kekal. Saya mengajak diri saya sendiri beserta teman-teman semua selalu berbuat baik dan berfikir positif tetap bersyukur dengan apa yang kita dapat, seberapapun itu jikalau halal pasti Allah akan mencukupkan, dan membuat hati senantiasa dipenuhi dengan rasa damai dan tentram, bermanfaat untuk orang lain serta berguna bagi agama Islam. Semoga kita selalu di hindarkan dari sifat-sifat yang merugikan orang lain dan diri kita sendiri.

أمين يا رب العالمين

Naskah Dakwah oleh: Ginanjar Warasta