Bersuci dari Hadas Besar
Dalam ajaran Islam, hadas besar adalah kondisi tidak suci yang mewajibkan seorang muslim untuk mandi junub (mandi wajib) sebelum ia dapat melaksanakan ibadah tertentu, seperti sholat, thawaf, memegang mushaf Al-Qur’an, dan ibadah lainnya yang mensyaratkan kesucian.
Sesungguhnya, kebersihan dan kesucian adalah bagian tak terpisahkan dari keimanan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الطُّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَانِ
Artinya: “Bersuci itu adalah separuh dari iman.”(HR. Muslim, No. 223)
Hadits ini menunjukkan bahwa menjaga kebersihan diri dan lingkungan adalah perintah agama dan merupakan wujud dari keimanan seseorang. Seseorang yang mengaku beriman memiliki tanggung jawab untuk senantiasa menjaga kebersihan.
Allah SWT pun berfirman dalam Al-Qur’an:
اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)
Sebab-sebab Wajib Mandi (Hadas Besar)
Ada beberapa perkara yang mewajibkan seorang muslim untuk mandi besar, di antaranya yang utama adalah:
- Keluarnya Air Mani (Janābah)
Baik itu karena mimpi basah, hubungan suami istri, atau sebab lainnya, selama mani keluar, maka wajib mandi. Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّمَا الْمَاءُ مِنَ الْمَاءِ
Artinya: “Sesungguhnya (kewajiban) air (mandi) itu dari (keluarnya) air (mani).”
(HR. Muslim, No. 343. Asalnya dari Al-Bukhari)
- Berhubungan Suami Istri (Jima’)
Wajib mandi meskipun tidak keluar mani. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَعَن أبي هُرَيْرَة رَضِيَ اللَّهُ عَنْه قَالَ، قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الأَرْبَعِ، ثُمَّ جَهَدَهَا فَقَدْ وَجَبَ الغَسْلُ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. زَادَ مُسْلِمٌ: وَإِنْ لَمْ يُنْزِلْ
Dari Abu Hurairah raḍiyallahu’anhu dia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Jika seorang laki-laki (suami) telah berada di antara empat anggota tubuh (paha) istrinya, kemudian dia bersungguh-sungguh maka wajib baginya mandi janabah.’” Muttafaq ‘alaihi. Tambahan dalam lafal Muslim, “Meskipun tidak mengeluarkan (mani)
- Berhenti Haid dan Nifas
Ini khusus bagi wanita. Setelah darah haid atau nifas berhenti, ia wajib mandi untuk kembali suci.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Fathimah binti Abi Hubaisy tentang darah haid:
فَإِذَا أَقْبَلَتِ الْحَيْضَةُ فَدَعِى الصَّلاَةَ، وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْتَسِلِى وَصَلِّى
Artinya: “Apabila haidmu datang, tinggalkanlah shalat, dan apabila ia berhenti, maka bersihkanlah dirimu dari darah itu (mandilah), lalu shalatlah.”
(Muttafaq ‘Alaih: HR. Al-Bukhari, No. 320 dan Muslim, No. 333)
Rukun dan Tata Cara Mandi Wajib yang Benar
Untuk sahnya mandi wajib, ada dua rukun utama yang tidak boleh ditinggalkan menurut mayoritas ulama:
- Niat
Niat harus ada di dalam hati, yaitu berniat untuk menghilangkan hadas besar. Niat ini membedakan antara mandi biasa dengan mandi wajib.
- Membasuh Seluruh Anggota Badan dengan Air
Air harus merata ke seluruh kulit dan rambut.
Tata cara mandi yang sempurna (sunnah) mengikuti apa yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana diriwayatkan oleh istri beliau, Sayyidah ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha:
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ إِذَا اغْتَسَلَ مِنَ الْجَنَابَةِ بَدَأَ فَغَسَلَ يَدَيْهِ ، ثُمَّ يَتَوَضَّأُ كَمَا يَتَوَضَّأُ لِلصَّلاَةِ ، ثُمَّ يُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِى الْمَاءِ ، فَيُخَلِّلُ بِهَا أُصُولَ شَعَرِهِ ثُمَّ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ ثَلاَثَ غُرَفٍ بِيَدَيْهِ ، ثُمَّ يُفِيضُ الْمَاءَ عَلَى جِلْدِهِ كُلِّهِ
Artinya: Aisyah berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila mandi junub, beliau mulai dengan mencuci kedua telapak tangannya. Kemudian beliau berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Kemudian beliau memasukkan jari-jarinya ke dalam air, lalu menyela-nyela dengannya pangkal rambutnya. Kemudian beliau menuangkan air ke atas kepalanya tiga kali siraman dengan kedua tangannya. Kemudian beliau mengguyur air ke seluruh kulitnya.” (HR. Al-Bukhari, No. 248 dan Muslim, No. 316)
Perhatian Khusus bagi Wanita:
Bagi wanita yang mengikat rambutnya, tidak wajib melepaskan ikatan rambut saat mandi junub.
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَ رَأْسِي فَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ قَالَ لَا إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِي عَلَى رَأْسِكِ ثَلَاثَ حَثَيَاتٍ ثُمَّ تُفِيضِينَ عَلَيْكِ الْمَاءَ فَتَطَّهَّرِينَ
Artinya: “Saya berkata: Wahai Rasulullah, saya seorang wanita yang mengikat kuat kepangan rambut saya, apakah saya harus menguraikannya untuk mandi janabah? Beliau bersabda: ‘Tidak perlu. Cukuplah kamu menuangkan air ke atas kepalamu tiga kali siraman, kemudian kamu guyur yang lainnya dengan air, maka kamu telah suci.'”
(HR. Muslim, No. 330)
Kesimpulan:
Fiqih bersuci merupakan pelajaran yang sangat penting, karena di dalamnya tampak betapa indah, sempurna, dan detailnya syariat Islam dalam mengajarkan kebersihan. Mandi wajib bukan sekadar aktivitas membasahi tubuh, tetapi sebuah ibadah yang sarat dengan nilai ketaatan dan kesadaran diri.
Dengan melaksanakan mandi wajib sesuai tuntunan, seorang muslim menunjukkan kepatuhan mutlak kepada Allah SWT dan mengikuti Sunnah Nabi Muhammad ﷺ. Kesucian lahir yang kita jaga menjadi jalan untuk meraih kesucian batin, sehingga kita dapat berdiri di hadapan-Nya dalam keadaan paling layak dan sempurna.
Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang senantiasa menjaga kebersihan dan kesucian. Karena itu, mari kita jadikan amalan bersuci ini bukan hanya rutinitas, tetapi sebagai bentuk penghambaan yang mendekatkan kita kepada keridhaan-Nya.
-Dwi Susilo Nugroho DSP-





